Sejarah Desa Klumutan Pembukaan wilayah Klumutan dimulai pada masa penjajahan Belanda yang berlangsung selama 350 tahun di Indonesia. Pada periode 1825 hingga 1830, Pangeran Diponegoro memimpin perjuangan melawan Belanda selama lima tahun. Setelah kalah, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Makassar hingga akhir hayatnya. Situasi kacau ini menyebabkan sebagian besar pasukan yang pernah dipimpin oleh Panglima Perang Sentot Alibasah Prawiro Dirjo bergerak ke arah timur, tepatnya ke wilayah Madiun di Jawa Timur. Pada masa itu, wilayah Madiun sebagian besar masih berupa hutan belantara. Pasukan Pangeran Diponegoro yang melarikan diri mulai membuka lahan hutan untuk tempat tinggal. Salah satu pasukan tersebut, Mbah Branti, berasal dari Grobogan, Jawa Tengah. Ia memulai pembukaan lahan di wilayah timur Madiun, dekat dengan sumber mata air. Setelah lahan cukup terbuka, para pejuang lainnya dari pasukan Panglima Sentot turut membuka lahan di sekitar tempat Mbah Branti. Kelompok ini kemudian menamai daerah tempat tinggal mereka sebagai Pranti, yang diambil dari nama Mbah Branti, yang sekarang dikenal sebagai Dukuh Pranti. Pembukaan lahan dilanjutkan ke arah selatan, menemukan hamparan lahan luas dengan banyak tanaman Bangle. Lahan baru ini kemudian dinamai Blok Bangkle, yang sekarang menjadi Dukuh Bangkle. Lahan terus dibuka ke arah selatan, menemukan sumber air besar yang digunakan sebagai sumber air minum. Blok ini dinamai Blok Sumberan, yang sekarang dikenal sebagai Dukuh Sumberan. Pembukaan lahan berlanjut ke arah timur, menyusuri hulu sungai. Ditemukan keanehan di sungai yang aman, dalam, dan tidak pernah mengalami pendangkalan. Sungai bawah tanah ini mengarah ke selatan dan terhubung dengan sungai di Sidorejo. Hulu sungai bawah tanah yang berbentuk seperti mulut gua atau “krowok” dalam bahasa Jawa ini kemudian dinamai Blok Krowok, yang sekarang menjadi Dukuh Bruwok. Penyisiran lahan dilanjutkan ke timur, menemukan dua kubangan atau “jomblangan” yang dikelilingi tanaman kesambi. Daerah ini dinamai Jomblang Kesambi, yang sekarang disebut Jomlangsambi. Di wilayah hutan yang gersang atau lahan kering, sekelompok orang membuka lahan untuk pertanian dengan menanam tanaman pangan seperti umbi-umbian karena jauh dari sumber air. Di antara kelompok tersebut, terdapat seseorang yang memiliki keahlian atau kesaktian khusus, sehingga banyak orang belajar ilmu padanya atau “merguru” dalam bahasa Jawa. Tempat ini dinamai Perguruan atau Merguru, yang sekarang menjadi Dukuh Megurun. Seiring berjalannya waktu, beberapa blok lahan tersebut digabung menjadi satu wilayah yang kemudian dinamai Lumutan. Nama ini diambil dari karakteristik lahan yang banyak ditumbuhi lumut, khususnya di daerah hamparan sungai. Hingga kini, wilayah tersebut dikenal sebagai Desa Klumutan. Potensi Sumber Daya Alam 1. Pertanian Desa Klumutan memiliki 2148 keluarga yang memiliki lahan pertanian. Tanaman pangan yang dihasilkan meliputi padi sawah, padi ladang, cabai, dan singkong. Selain itu, komoditas buah-buahan yang ditanam mencakup pisang, pepaya, dan mangga. 2. Perkebunan Sebanyak 2148 keluarga juga memiliki lahan perkebunan. Komoditas utama perkebunan di desa ini adalah pisang, jagung, dan singkong. Pengelolaan Limbah dan Sampah Jenis sampah yang ada di Desa Klumutan meliputi sampah organik, non-organik, dan limbah industri (tahu). Sampah organik diolah dengan cara dibakar, sementara sampah non-organik (plastik) dijual atau dibakar. Limbah ampas tahu digunakan sebagai pakan ternak, namun limbah air rebusan tahu dibuang ke sungai. Sumber Daya Air Sumber air bersih di Desa Klumutan berasal dari 3 mata air yang digunakan oleh 2399 KK, serta 2080 sumur gali yang dimanfaatkan oleh 2080 KK. Sungai di desa ini berfungsi sebagai irigasi untuk sawah, namun kondisi sungai cukup dangkal dan tercemar. Desa Klumutan juga diberkahi dengan sumber mata air bernama Moho, yang airnya layak dikonsumsi setelah mendapatkan pengecekan setiap bulan. Sumber air ini menjadi salah satu sumber kehidupan penting bagi masyarakat desa. Desa Klumutan juga sudah berlangganan air PDAM. Terdapat dua PDAM dengan total pelanggan mencapai 400 KK. Penggunaan Energi Warga Desa Klumutan menggunakan listrik dari PLN. Untuk keperluan memasak, mereka menggunakan kayu bakar dan LPG. Sarana transportasi yang dimiliki meliputi kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor. Kesehatan Lingkungan Penyakit yang umum diderita di Desa Klumutan adalah DBD, stroke, dan flu. Fasilitas kesehatan masih kurang memadai, dengan tidak adanya puskesmas, hanya pos pelayanan kesehatan dan posyandu di setiap dusun. Bagi warga tidak mampu, disediakan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) untuk mendapatkan layanan kesehatan gratis melalui anggaran APBD Kabupaten Madiun. Selain itu, terdapat program Jamkesmas dan BPJS. Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Desa Klumutan kebanyakan memeluk agama Islam, dengan sebagian kecil menganut agama Kristen. Tradisi lokal seperti nyadran (bersih desa), slametan, wayangan, dan gambyong masih dipertahankan. Sarana dan Prasarana Desa Klumutan memiliki berbagai sarana dan prasarana, termasuk balai desa yang berfungsi sebagai gedung serbaguna, lapangan voli, dan sepak bola. Terdapat polindes (pondok bersalin desa) di Dusun Sumberan. Di bidang pendidikan, terdapat 5 sekolah dasar, 2 TK, dan 2 PAUD. Terdapat pula 6 masjid dan beberapa mushala. Tata Pemerintahan Desa Klumutan dipimpin oleh Kepala Desa yang dibantu oleh Sekretaris Desa, Kepala Urusan Pemerintah, Pembangunan, Ekonomi, Kesejahteraan Rakyat, Umum, dan Keuangan, serta Kepala Dusun dan Kasiat Linmas. Desa ini memiliki 6 RW dan 39 RT. Lembaga lain yang berperan adalah BPD (Badan Permusyawaratan Desa), LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), PKK, dan Karang Taruna. Desa Klumutan terdiri dari 6 dusun: Sumberan, Bangkle, Bruwok, Megurun, Pranti, dan Jomblangsambi.